90 HARI (PERTAMA) WORK FROM OFFICE


Selasa siang, kalau ditarik mundur dari 2 hari pelantikan, kira-kira tanggal 14 April 2020. Saya memang sedang merencanakan diskusi ringan dengan beberapa teman dosen, ketika telepon kecil saya berdering dan diujung sana ada Pak Eva, Ketua Senat UBB dengan suara agak terburu-buru berkata ‘Bapak dimane, ade hal penting yang mungkin kurang nyamen ne barusan ku terima dari Dikti. Tapi kite harus jalani lah, mungkin lah jalan e. Ku di Pengkal ne, ku mereh bapak ke fakultas ok’. Pak Eva, beliau ini memang lebih muda dari saya, tapi sudah terbiasa menyebutnya Pak atau Bapak, sungkan rasanya memanggil nama, bahkan jauh sebelum beliau menjadi ketua senat universitas, mungkin karena ia berpembawaan serius. Singkat cerita, ia berkabar bahwa pelantikan segera digelar pada tanggal 16 April, hari Kamis, pukul 10.00. Karena suasana Covid-19, pelantikan akan digelar secara daring. Ini sepertinya menjadi pelantikan pertama pejabat di lingkungan Kemendikbud sejak Covid-19 mendera negeri ini.

Singkat cerita, pelantikan berjalan lancar. Pak Ainun Na’im, Sekjen, mendapat tugas mewakili menteri melantik kami, tentu bersama dengan pejabat Kemendikbud lainnya, secara daring, dan tidak mengurangi kekhidmatannya, termasuk berserah-terima dengan Pak Yusuf yang telah menunaikan tugasnya sebagai Rektor UBB untuk periode 2016-2020. Mestinya, pelantikan baru akan digelar tanggal 25 April, dan karenanya pulalah belum banyak persiapan yang dilakukan sebab waktu bergeser maju. Jadilah amanah sebagai rektor berpindah tangan pada tanggal 16 April 2020. Saya bersyukur, pelantikan menghadirkan Prof Bustami Rahman yang telah memimpin UBB selama 10 tahun dan Pak Yusuf selama 4 tahun. Foto bertiga kami barangkali akan menjadi momen langka, tapi yang terpenting bahwa Pak Bustami menuntaskan mimpinya untuk menyelesaikan sebuah jembatan transisi dari beliau kepada kami yang disebutnya ‘adik-adik saya’. Pak Yusuf, sosok senior yang berpembawaan kalem dari Universitas Diponegoro, Alhamdulillah, menjadi ‘jembatan emas’ di antara proses transisi tersebut. Beliau menyelesaikan tugas dengan baik.

Saya sadar betul bahwa meski berpengalaman menjadi Dekan hampir 6 tahun di FISIP, di kampus yang sama, dan telah mengajar di kampus ini sejak tahun 2006, namun memegang peran kunci di rektorat bukanlah pekerjaan mudah. Saat situasi hati dan tegangan Pilrek sebelumnya berjalan di antara proses yang sangat dinamis, seorang sahabat sudah berkata, setengah membesarkan hati, mungkin juga mencoba menentramkan ‘kalau tak terpilih, palingan juga malunya seminggu-dua, tapi kalau menang kebayang deh gimana beratnya’. Sejak lama saya berhitung, bahwa tidak mudah memimpin kampus dengan 204 dosen, 198 tendik, dan hampir 5 ribuan mahasiswa. Belum lagi tantangan soal fasilitas kampus, pendanaan, dinamika internal dan eksternal, juga persoalan menahun panjang transisi kepegawaian. Kampus ini juga masih Satker dan masuk dalam kategori PTN-B. Tapi pula, lagi-lagi Pak Bustami, meyakinkan di kala ragu mendera ‘Im, jadi rektor tu macem kek penganten baru. Sebelum kawin, banyak pikir sang penganten, antara ragu dan khawatir soal banyak hal, tapi berikutnya semua akan berjalan lancar dan kite akan punya cara sendiri menghadapi setiap tantangan, jadi mantapkanlah keputusan untuk nyalon’. Baiklah Prof……

Langkah pertama yang harus dilakukan tentu saja ‘menyetel’ tempat duduk. Setelan tempat duduk ini tentu saja setali maknanya dengan memahami suasana batin yang ada di lingkungan baru. Maka 2 minggu pertama saya menggilir satu persatu sub bagian di rektorat dan personilnya untuk berdiskusi dan itu adalah cara saya mengenali para sahabat dan tim baru, juga tantangan dan potensi yang tersedia. Semua welcome, semua menghadirkan informasi penting. Toh, saya bukan orang baru di lingkungan satu lantai itu; sebagiannya sudah sering berurusan, sebagiannya lagi sudah biasa say hello. Catatan prioritas yang sudah saya pegang sebelum dinyatakan terpilih pada pemungutan suara putaran terakhir tanggal 13 Maret 2020 pun berubah dari 60 menjadi 93 biji. Pada minggu-minggu pertama pula, bersama para pimpinan kami bersilaturahmi dan memperkenalkan diri ke stakeholders daerah. Pak Kajati, sang mantan Deputi di KPK menerima dengan tangan terbuka, bahkan 2 bulan pertama menjabat sebagai rektor sudah 3 kali mengunjungi Kampus UBB. Pak Gubernur, Pak Kapolda, Ketua DPRD Provinsi, Pak Bupati Mulkan, Ketua PW NU, Ketua PW Muhammadiyah, dan beberapa media berturut-turut kami kunjungi.

Jadilah Pandemi Covid yang mendera dan mengharuskan kita meliburkan kampus secara bergiliran tak ubahnya aktif seperti biasa, khususnya pada jajaran pimpinan. Saya bersyukur, meski saya terhitung sebagai pendatang baru, tapi Pak Nizwan dan Bu Sri sebagai para wakil rektor ‘incumbent’ bisa langsung tune in bekerja bersama-sama. Demikian halnya dengan Pak Sugeng dan Bu Hesty selaku Kabiro, keduanya selalu standby dan siap menyesuaikan diri. Saya jadi ingat, Pak Wahri, Dekan FT, berseloroh bahwa yakin para pimpinan bisa menyesuaikan diri karena beliau-beliau selalu bersemangat jogging mengelilingi kampus setiap Jumat pagi bersama rektor baru. Perihal jajaran pimpinan, saat berakhirnya jabatan para wakil rektor di tanggal 31 Mei, saya pada akhirnya memutuskan untuk melanjutkan formasi Wakil Rektor 1 dan 2 untuk sosok dan posisi yang sama. Khusus Wakil Rektor 3, karena Pak Cip memutuskan kembali ke kampus asal, Universitas Negeri Semarang, Pak Riwan saya mintai bantuan untuk memegang sementara tugas jabatan tersebut. Sebagai salah satu sosok pendiri UBB dengan pembawaan yang tenang dan segudang pengalaman, keberadaan Pak Riwan tentu saja akan menjadi dinamisator bagi tim yang sudah ada.

Sesuai kelaziman, Rencana Strategis Universitas untuk 4 tahun ke depan sedang disusun. Pak Jum, Ketua LP3M, menjadi garda terdepan. Saya pun sudah berdiskusi panjang dengan beliau untuk mengintegrasikan visi, misi, dan program kerja rektor dengan Renstra yang sedang disusun. Tentu saja, kontekstualisasi dengan visi, misi, dan roadmap pengembangan UBB menjadi rujukan utama. Linieritas ini menjadi penting untuk memantapkan arah UBB. Bertempat di saung samping FPPB, sudah ditandatangani juga kontrak kinerja antara rektor dan para dekan yang akan memandu capaian kinerja untuk tahun 2020. Dan, penyesuaian atas pandemi Covid mendorong penyesuaian kegiatan; pun Universitas sudah melakukan harmonisasi dengan semua unit kerja terkait pergeseran kegiatan dan anggaran untuk tahun 2020 agar lebih adaptif dan efisien. Sementara untuk perencanaan pengembangan UBB, juga sudah dilaksanakan Musrenbang berjenjang dari jurusan, fakultas, lembaga, UPT, dan biro sampai ke tingkat universitas. Insha Allah, aktivitas tahun depan akan lebih terencana karena prosesnya dikawal seksama sejak pertengahan tahun ini. Beberapa kerjaan diformulasi agar ada kesamaan antar unit, termasuk otak-atik perimbangan anggaran per bidang urusan untuk arah kebijakan prioritas.

Nah, sebagai kampus baru, keterbatasan fasilitas dan anggaran memang menjadi tantangan tersendiri. Penerimaan dana UBB setiap tahun yang sumbernya dari UKT dan kerjasama hanya mendukung lebih kurang sepertiga dari total kebutuhan anggaran setiap tahunnya, selebihnya alokasi dari pusat. Tapi tentu kita ingin agar fasilitas kampus semakin meningkat. Alhamdulillah, pencermatan dan efisiensi terus dilakukan. Insha Allah rektorat dan gerbang di sayap Balunijuk secara perlahan dan bertahap mulai dikerjakan. Auditorium yang beberapa tahun terakhir berdiri kalem di balik semak-semak kini gagah menampakkan diri menunggu sentuhan lanjutan. Kita sudah berkomunikasi dengan pemerintah pusat untuk mendorong agar diberikan atensi dan kita akan terus mengawalnya. Kita juga berkomunikasi kembali dengan PUPR untuk kebutuhan asrama mahasiswa. Sementara, sekretariat Ormawa sedang kita siapkan menjadi kawasan terpadu untuk aktivitas mahasiswa. Penguatan fasilitas pengamanan juga kita dorong. Penambahan CCTV dan portal gerbang direncanakan segera dilaksanakan. Tim Telaah Master Plan UBB sedang memulai kerjanya, disana perencanaan pemanfaatan ruang akan ditata kembali, termasuk mimpi mengatur klaster khusus perkuliahan, perkantoran, taman, lahan praktikum, lahan produksi, dan kawasan konservasi.

Dari sisi pembelajaran, Universitas sendiri sedang menyusun rancangan pembelajaran untuk semester ganjil dengan berorientasi daring. Kita ikut keputusan Dikti yang masih memberlakukan daring untuk mencegah kampus menjadi klaster baru penyebaran covid. Masukan dari pada dosen dan mahasiswa sedang digodok dalam formula yang lebih humanis dan terstandard sama. Sementara itu, beasiswa khusus untuk mahasiswa dari UBB juga diluncurkan. Adalah Student Scholarship for Excellent and Potential Leader (Silent-Poll) namanya, khusus untuk pimpinan ormawa, aktivis kampus, peraih prestasi akademik dan non akademik juga. Kebijakan relaksasi sehubungan dengan covid pun sudah diumumkan, mulai dari semester 1 sampai tambahan satu semester untuk yang sekarang berada di ujung studinya. Bantuan kuota untuk mahasiswa dan pegawai, juga sembako bagi yang sempat tertahan karena penghentian akses transportasi kita berikan beberapa waktu lalu. Prinsipnya adalah meringankan beban karena covid, tapi dilakukan secara selektif dan proporsional. Kita juga menata pola komunikasi kita kepada warga kampus dan masyarakat luas melalui platform media sosial yang tersedia seperti FB, IG, dan, Youtube, juga melalui komunikasi yang mutual dengan para awak media. Belakangan, Dialog Tiga Mata Pena diluncurkan sebagai media baru komunikasi dengan publik, menyusul akun youtube UBB yang subscriber-nya ‘baru’ seribuan. Intensitas komunikasi internal sendiri terus kita perkuat melalui berbagai kegiatan koordinasi. Kunjungan ke unit kerja Insha Allah akan diintensifkan sebagai cara bertukar gagasan. Kawan-kawan dosen yang sedang menjabat, meski tidak signifikan perlahan kita geser naik tambahan tunjangannya. Berikutnya tentu saja mencari formula lain untuk dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai dengan cara-cara yang mengacu pada ketentuan dan disesuaikan dengan kemampuan, termasuk penguatan atas tim transisi kepegawaian.

Pendek kata, kita sedang bersemangat, saya tentu sedang bersemangat. Sejak awal meniatkan diri dalam pemilihan rektor, saya paham tantangannya dinamis. Tapi saya optimis kita bisa zig zag diantara banyak tantangan. Alhamdulillah, rektorat berarak ramai berkegiatan seiring dengan semangat new normal; adab baru di era covid. Kita berterima kasih karena 3 bulan terakhir ini menerima tamu-tamu kehormatan. Ada Pak Dirut Timah, Pak Kapolda, Pak Kajati, Pak Danrem, Pak Gub, Pak Menteri Kop-UKM, Pak Kakanwil Kumham, Pak Hudar, Dirut RBA, Kepala RRI, Ketua KID, KNPI, Kepala Kantor Bahasa, Pimpinan beberapa bank, Pimpinan beberapa media, dan tentu saja kita berterima kasih kepada pemprov atas hibah bis kuningnya.

16 Juli ini, artinya 90 hari. Ini memang baru awal dari sebuah perjalanan panjang. Tapi saya yakin kita mulai bisa terus bergeser ke arah yang semakin optimistik. Ada pemeringkatan PT yang sedang berjalan setelah 2019 kemarin kita berada di posisi 191 nasional, loncat dari posisi 300-an di tahun sebelumnya; tentu kita seriusi. Di portal Sinta, kita bergeser signifikan dalam 2 bulan terakhir dari 350-an ke posisi 190-an. UBB ini rumah besar, milik kita bersama dan harus kita besarkan bersama, dengan cara dan kapasitas kita masing-masing. Saya penasaran dengan kerikil kecil apa lagi yang bisa kita lemparkan, mirip Aliefia cs dari FT yang melemparkan kerikil kecilnya dengan meraih gold medal di Jepang bulan lalu dengan menyisihkan 15 negara lainnya. 90 hari memang tak perlu disakralkan, tapi jadi basis penyesuaian awal saya kira akan penting. Mungkin banyak yang belum tersentuh, tapi banyak pula yang sudah direncanakan dan dipikirkan. Ketika anjuran Work From Home berkumandang, Alhamdulillah, selama itu pula saya tetap terus Work From Office, satu haripun belum pecah. Bukan tak patuh, tapi memastikan bahwa saya tak mau ketinggalan momentum, tentu dengan pembiasaan protokol kesehatan. Terima kasih para sivitas akademik jika kita telah solid memiliki jiwa dan cita-cita yang sama untuk UBB Hebat. Terima kasih juga atas rapat-rapatnya yang semakin bergeser maju dan tepat waktu.

Sampai jumpa di postingan berikutnya.